Bekasi, Kantindata.com (01-03-2018) - Tahun 2018 Indonesia akan melaksanakan pesta akbar demokrasi. Total ada 171 daerah, baik di tingkat kota, kabupaten, serta provinsi, yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA). Untuk partai politik (PARPOL) peserta pemilihan umum (PEMILU), Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 14 partai yang lolos.
Dalam jalannya PEMILU, publik tentunya penasaran, dari mana partai politik mendapatkan sumber dana untuk melakukan sosialisasi guna mengenalkan diri kepada calon pemilih. Terkait hal ini, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman angkat bicara, di Jakarta, seperti dilansir pada Klikanggaran.com, Kamis, 01 Maret 2018.
Jajang mengawali perbincangan dengan mengatakan, hingga saat ini yang bisa dipantau publik menurutnya baru terkait keuangan Parpol. Salah satunya yang masuk dari negara, diperkirakan di tahun 2018 ini ada Rp 124,92 miliar yang akan dikeluarkan negara.
Jajang menjelaskan, bagaimana Parpol mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah. Berdasarkan kebijakan terbaru, bantuan keuangan Parpol dipatok setiap tahunnya sebesar Rp 1.000 per suara sah. Naik sepuluh kali lipat dari sebelumnya yang hanya Rp 108 per suara sah.
Masih kata Jajang, terkait keuangan Parpol memang menjadi masalah tersendiri, karena selama ini Parpol tertutup dengan keuangan di internalnya. Dari mana sumber pemasukan, pengelolaan masih tertutup dari publik. Kita bisa mengasumsikan biaya uang yang dibutuhkan Parpol sangat fantastis, apalagi dalam kondisi tahun pemilu seperti saat ini.
Kalau belajar dari kasus-kasus lama, kebutuhan terkait sosialisasi parpol bisa diakali pejabat parpol yang juga duduk di posisi pemerintahan, dengan menggunakan dana APBD, bahkan APBN.
Selain itu, Parpol juga mengakali terkait beban biaya sosialisasi parpol kepada masing-masing calon peserta pemilu. Di sinilah lahir istilah uang mahar dan sejenisnya, yang memang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin partai sampai ke akar rumput.
Yang perlu menjadi catatan menurut Jajang, jangan sampai kebutuhan biaya untuk sosialisasi partai yang besar diambil dari uang negara. Hal itu sangat memungkinkan, dan perlu dicegah. Salah satu contoh misalnya pos anggaran yang rawan, seperti Hibah dan Bansos.
"Di tahun 2017 saja angkanya sampai melonjak tinggi, mencapai Rp 72,3 triliun, khusus daerah yang akan PILKADA," kata Jajang.
Di antara 14 partai, empat di antaranya merupakan pendatang baru di kancah politik. Mereka adalah Partai Persatuan Indonesida (Perindo), Partai Berkarya, Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), akan ikut meramaikan kontestasi politik di 2019 mendatang.
Menjadi tantangan tersendiri bagi parpol baru, mereka harus bekerja ekstra keras agar mendapat simpati dari masyarakat. Sebagai catatan, dibutuhkan dana yang besar untuk menggerakkan mesin partai, seperti yang diakui PSI. Mereka membutuhkan dana sedikitnya Rp 1 triliun.
"Hmm... Fantastis, bukan," tutup Jajang.
0 komentar:
Posting Komentar