Rabu, 18 Oktober 2017

Jangan bangga melihat iklan visual Meikarta yang selama ini berkembang di tengah-tengah masyarakat. Entah itu harga murah, gambaran bangunan yang megah, karena pada kenyataanya, banyak masalah mendulang ketika Meikarta muncul, dari persoalan perizinan yang menjadi masalah, hingga dampak social warga desa Cibatu yang sangat menyesali murahnya harga penjualan tanah mereka, bahkan masih ada tanah milik warga yang belum dibebaskan oleh pihak Meikarta.

Saya berasal dari Babelan, Desa Cibatu merupakan jalur perjalanan saya sehari-hari untuk bekerja, keinginan untuk mencoba menganalisa daerah yang terkena dampak pembangun Meikarta, maka saya coba untuk mengkaji lebih dalam mengenai dampak social dari pembangunan megah tersebut. Namun, yang terasa begitu aneh ialah, pada saat saya ingin bertamu kepada salah satu warga desa Cibatu, yang dianggap warga sekitar merupakan sepuh mereka, saya merasa betul betapa warga menutup diri dari pendatang-pendatang yang bagi mereka seperti orang asing.

Rada segan, saya melanjutkan perjalanan melalui warkop yang dipenuhi oleh sekelompok bapak-bapak yang duduk di warung kopi, dan saat itu pula saya bertemu dengan orang yang saya tuju, H.Anom (64), salah satu tokoh warga setempat yang tinggal di Jalan Kp Bangkuang RT 09 RW 06 yang masih memiliki sebidang tanah dan rumah di sana, mengungkapkan kalau saat ini, warga cenderung tertutup jika ada orang yang tidak dikenalnya.

Lebih lanjut, H. Anom menjelaskan, bahwa warga sekitar tidak tahu-menahu mengenai tujuan orang-orang yang tidak dikenal memaksa mereka untuk menjual tanah dan rumah mereka, “diperuntukkan untuk apa, kita mah ga tau, karena merasa dipaksa, akhirnya kami setuju”, Ujar H. Anom.

H. Anom menambahkan, bahwa sebagian besar yang tanah yang tergarap proyek Meikarta, adalah tanah warga yang tidak memiliki sertifikat, keinginan warga untuk dijual mahal pun susah, karena pihak pembeli mengatakan, biar urusan pihak pembeli yang mengurusnya, jadi warga hanya menyetujui saja.

Selain itu, sebagian besar lainnya adalah tanah-tanah yang terjual sejak tahun 1990-an, yang masih murah, dan banyak tanah yang hanya sebatas girik, dengan warga yang membutuhkan uang untuk modal membangun usaha. “Kalau tanah yang terjual baru-baru ini, warga Cuma menjual di kisaran 1,5jt – 2jt, gak lebih, itupun karena pembeli bolak-balik ke rumah warga yang menjual tanah itu”, Ujar H. Anom.

Selain Desa Cibatu, Desa Jayamukti pun terkena dampak dari pembangunan meikarta, satu-satunya yang cukup alot adalah lahan pemakaman yang berdempetan dengan lahan Meikarta.

Martin Harjawinata, Kepala Desa Jayamukti mengungkapkan, bahwa dia mengira pembebeasan lahan pemakaman itu dijadikan wilayah Central Business District¸ oleh karena itu pihak desa mempertanyakan kepada pihak Meikarta, kenapa pengalihan fungsi tidak seperti di awal, sedangkan proses relokasi pemakaman pun tidak ada kepastian.

Mesti Belajar
Dampak social dari pembangunan-pembangunan perusahaan property, perlu untuk kita kaji, selain untuk berfikir mengenai masa depan daerah yang berdampak tidak hanya sebatas setahun – dua tahun, tapi juga perlu dipikirkan langkah strategis pemerintah dalam mengembangkan lahan masyarakat, karena kita mesti menjaga lingkungan untuk generasi mendatang.

Saya tidak ingin, pembantaian lahan terjadi hanya karena pemerintah daerah hingga pemerintah desa mengejar keuntungan pribadi, karena tidak mungkin juga pemerintah tidak mengetahui fungsi dan tujuan dari setiap lahan pertanian maupun lahan permukiman itu terjual. Toh, setiap perizinan bermuara dipemerintahan.
Juga penting bagi seluruh warga Indonesia untuk menjaga daerahnya sendiri, sebelum daerah kita terkuasai oleh pihak swasta yang memiliki banyak dana, kemudian dengan seenaknya merampas hak warga dengan harga murah, sehingga yang tersisa bagi anak – anak kita hanya sebatas cerita-cerita kesedihan dari habisnya harta dan kekayaan orangtuanya, yang berubah menjadi gedung-gedung dan rumah-rumah yang mereka tidak mampu untu menikmati, bahkan untuk berjalan di wilayah tersebut.

________
Kantin Pers bersama Adri Zulpianto, S.H, Direktur Kajian dan Analisa Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK)


0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

test

Baca Juga

Recent Posts Widget

Menu Kantin

Pasang Iklan Kamu Di Sini

Recent Posts

recentposts

Popular Posts

Blog Archive

Kantin Iklan