Sejak 3 tahun Terakhir, Realisasi Belanja Barang dan Jasa Dinas
Tata Ruang dan Permukiman mendapatkan alokasi rata-rata Rp. 28M/tahun, serta Dinas
Kebersihan dan Pertamanan yang rata-rata pertahun mendapatkan alokasi sebesar
Rp.68M, ditambah Alokasi Gaji Pegawai Dinas Kebersihan yang pertahun mengalami
peningkatan dengan rata-rata Rp. 14M/tahun, ditambah dengan bantuan social bagi
rumah warga berpendapatan rendah di kabupaten yang rata-rata pertahun alokasi
mencapai angka Rp. 70M. belum lagi anggaran pembangunan Jaling di daerah
Kabupaten Bekasi yang anggarannya gencar tertulis dalam Laporan keuangan,
walaupun dilapangan, jauh dari kelayakan.
Jika ditotal dari tahun 2015, Anggaran yang berjumlah Rp. 1 Triliun
ini menjadikan Pemkab Bekasi meraih predikat sebagai daerah yang berhasil
membangun 1/3 daerahnya menjadi permukiman kumuh. Permukiman kumuh itu tersebar di 21 Desa di 7 Kecamatan dari
23 Kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Tujuh kecamatan yang kumuh itu adalah Cikarang Utara,
Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cikarang Barat, Babelan, Tambun Utara, dan Tambun
Selatan
Disebut kumuh, karena sistem drainase, sampah, dan jalan
lingkungannya tidak tertata dengan baik, sehingga jauh dari standar kelayakan.
Rumah warga setempat di 21 desa itu juga terbuat dari bilik, bukan dari bahan
coran semen seperti pada umumnya.
Jajang, Koord, Investigator Lembaga Central Budget Analyst,
mengungkapkan, bahwa daerah kumuh bukan lah hanya menyoal bagaimana tata kelola
ruang di daerah, melainkan bagaimana pemerintah memfasilitasi kebutuhan daerah,
“pada kenyataanya, sejak tahun 2014, Anggaran sudah mengalir sebesar Rp. 500 M
hanya untuk menyediakan barang dan jasa untuk program kebersihan, taman, dan
pekerjaan umum serta tata permukiman di Kabupaten Bekasi, lalu kemana hasil
dari anggaran tersebut?”, ungkap Jajang.
Menurut Jajang, daerah Kabupaten Bekasi memiliki potensi yang
besar, karena setiap kecamatan di Kabupaten bekasi pada tahun 2015, desa-desa
yang kemudian disebut sebagai desa kumuh sudah mendapatkan alokasi anggaran
desa hingga rata-rata Rp. 12M, yang didapat dari pembagian hasil pajak daerah
untuk desa, transfer bantuan keuangan untuk desa, dan bagi hasil pendapatan
lainnya untuk desa. Dengan anggaran sebesar ini, pemkab melakukan pembiaran
tanpa pengawasan yang ketat terhadap pemerintah desa.
Direktur Kajian dan Riset Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK) Adri Zulpianto, menyatakan bahwa Kabupaten Bekasi selama ini seperti berjalan tanpa pemerintah, banyak daerah yang tidak tertata, "kemana Bupatinya? Anggaran Desa tidak berimbas pada pembangunan infrastruktur di desa-desa, APBD juga tidak terserap optimal, apa yang sebenarnya dikerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi?", Tegas Adri.
Direktur Kajian dan Riset Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK) Adri Zulpianto, menyatakan bahwa Kabupaten Bekasi selama ini seperti berjalan tanpa pemerintah, banyak daerah yang tidak tertata, "kemana Bupatinya? Anggaran Desa tidak berimbas pada pembangunan infrastruktur di desa-desa, APBD juga tidak terserap optimal, apa yang sebenarnya dikerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi?", Tegas Adri.
Jika kumuhnya desa didasarkan pada kecilnya gaji pejabat
desa, mari kita lihat data Pada tahun 2015 saja, Anggaran Belanaja untuk Gaji
Pegawai di lingkungan kecamatan sudah mencapai rata-rata Rp. 2M yang berasal
dari APBD Kabupaten Bekasi. Seperti Kec. Babelan mendapatkan alokasi belanja
pegawai desa sebesar Rp. 4.1M, Kec. Tambun Selatan Sebesar Rp. 4.7M, dan Kec.
Tambun Utara sebesar Rp. 2,8 M, berikut Kec. Cikarang yang masing-masing
rata-rata mendapatkan alokasi anggaran desa sebesar Rp. 3M.
Sehingga kumuhnya desa bukan dikarenakan kurangnya anggaran,
melainkan pemkab yang malas bekerja untuk masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar