Berawal dari gerakan transparansi informasi dan gerakan memerangi
korupsi, pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang menjadi regulasi bagi setiap
individu masyarakat untuk mendapatkan hak atas informasi. Regulasi ini
diimplementasikan mulai dari pemerintah tingkat pusat hingga tingkat daerah.
Bahkan Per 1 Nopember 2013, Kementerian Kominfo mencatat 240 dari 693 atau
32,76 persen badan publik yakni satuan institusi pemerintah telah membentuk
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertugas mengelola dan
memberikan pelayanan informasi. Ditahun 2017 angka ini mengalami kenaikan yang
luar biasa yakni mencapai 483 PPID dari 708 atau 68,22% badan publik yang ada.
Hal tersebut patut diapresiasi bahwa pemerintah dengan komitmennya terhadap
keterbukaan informasi tidak main-main.
Sesuai prinsip keterbukaan dalam demokrasi, UU KIP merupakan
oksigen segar bagi masyarakat dimana pemerintah mengharuskan membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif mengenai penyelenggaraan negara, dan juga dalam keterbukaan
informasi diatur mengenai hak dan tanggung jawab serta kewajiban masyarakat dan
penyelenggaran negara secara berimbang. Agar masyarakat pun mempunyai
perlindungan hukum terhadap haknya untuk memperoleh dan menyampaikan informasi
tentang pemerintah.
Tujuan keterbukaan informasi ini adalah untuk memastikan bahwa pemerintah
lebih akuntabel dan kredibel dalam menyediakan informasi dan dokumen yang
sesuai dengan permintaan publik. Dengan adanya transparansi, masyarakat dapat
ikut berpartisipasi aktif mengontrol setiap kebijakan pemerintah.
Masyarakat pun berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik
terhadap pemerintah, Dilain sisi kebebasan untuk menggunakan hak tersebut harus
disertai tanggung jawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya
dengan mentaati aturan moral serta hukum yang berlaku. Tapi sering kita
temukan bahwa keluhan, saran, dan kritik masyarakat sering tidak
ditanggapi dengan baik dan benar. Pada akhirnya pemerintahan yang baik (Good
Governance) tidak akan pernah terwujud tanpa keperdulian pemerintah untuk
menyadari bahwa selama ini pemerintah memiliki kewajiban kepada masyarakat
untuk menyampaikan informasi penyelenggaraan pemerintah seperti dana desa,
pembuatan jalan tol, pembangunan sarana dan prasarana publik, dsb.
Dengan adanya teknologi informasi akses internet yang kian pesat jelas
mendukung sekali terhadap keterbukaan informasi, selain kemudahan akses
informasi, masyarakat juga dapat dengan mudah menyebar luaskan informasi apa
saja di dunia internet. Adanya UU ITE yang mulanya muncul untuk
melindungi kepentingan negara, publik, dan swasta dari kejahatan siber (cyber
crime). Didalamnya terdapat 3 pasal mengenai defamation (pencemaran
nama baik), penodaan agama, dan ancaman online. Semula pasal
tersebut di maksud untuk menangkap penjahat siber, tapi yang sering terjadi
dipakai untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan keluhan, opini,
dan kritiknya kepada pemerintah, badan publik dan para pejabat.
Kasus-kasus seperti Dhandy Dwi Laksono yang dituding dengan
tuntutan pidana 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta karena dianggap mencemarkan
nama ketua partai tertentu, Prita Mulyasari yang dianggap mencemarkan nama baik
Rumah Sakit Omni Internasional, kemudian Yusniar yang membuat status di
facebook tentang DRPD merupakan sederatan kasus bagaimana UU ITE mengancam hak
menyampaikan keluhan, opini, dan kritis masyarakat.
Pada akhirnya UU ITE seperti jerat pembatas bagi masyarakat,
disatu sisi komitmen pemerintah sungguh luar biasa atas keterbukaan informasi
yang sudah dijalankannya , dilain sisi membatasi masyarakat dalam melakukan
hak-hak mereka di dunia internet. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat yang
cerdas maka keluhan, opini, dan kritik yang disampaikan sebatas pada instansi
terkait saja, serta harus dilandaskan pada data dan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan baik secara norma dan hukum. Sehingga informasi yang
disebar juga mampu memberikan edukasi serta menambah khasanah ilmu bagi si
pembacanya.
Kantin Pers bersama
Bagus Al-Fatah, Mahasiswa Universitas Krisnadwipayana.
0 komentar:
Posting Komentar