Sabtu, 11 November 2017


KantinPers, Jakarta - Hiruk pikuk Reklamasi teluk Jakarta yang terus bergulir menuai polemic. Sebagian besar masyarakat tidak menyetujui reklamasi, bahkan penolakan tersebut tidak hanya datang dari masyarakat Jakarta, pun datang dari daerah-daerah yang berdampak atas mega proyek reklamasi tersebut. Mengingat bahwa reklamasi bukan hanya di Jakarta, tetapi terdapat juga di teluk benoa, Bali.

Reklamasi merupakan kegiatan merubah wilayah laut menjadi daratan, yang artinya, wilayah laut tersebut ditimbun oleh tanah sehingga dapat berubah menjadi wilayah daratan yang kemudian, proyek daratan reklamasi Jakarta tersebut akan dibangun apartemen megah dibawah pembangunan PT Indah Kapuk Group.

Penimbunan wilayah laut akan menimbulkan kenaikan tinggi air, sehingga kenaikan tinggi air ini akan mengakibatkan banjir di daerah-daerah bibir laut, hal ini jelas merugikan wilayah-wilayah yang berada di pinggiran laut. Tingginya air pasca penimbunan laut dengan tanah jelas akan meningkat. Jika memang reklamasi merupakan bentuk antisipasi pemerintah dalam menanggulangi banjir, justru akan menjadi kontra produktif.

Diwilayah muara gembong misalnya, tinggi air kali Cikarang-Bekasi-Laut yang melintasi permukiman sebagian besar warga bekasi, sebelum reklamasi saja sudah berada lebih tinggi diatas tinggi rumah, lalu bagaiamana kemudian setelah laut direklamasi?
kali bekasi yang mengalami peningkatan tinggi air


Selain itu, penimbunan wilayah laut jelas akan mengganggu ekosistem dasar laut, ikan-ikan akan terganggu dan nelayan akan menjadi sulit untuk menangkap hasil laut untuk menjadi dasar pendapatannya. Bukan mengenai dimana tempat tinggal nelayan, dan dimana nelayan akan melaut, melainkan ekosistem laut yang akan terganggu.

Meskipun reklamasi merupakan rencana yang digantung sejak tahun 1995, reklamasi itu sudah berkali-kali dilarang oleh Menteri Lingkungan Hidup. Bahkan, pada tahun 2016, Kementerian Lingkungan Hidup memberikan sanksi berupa moratorium reklamasi. Namun, pada tahun 2017, Menko Kemaritiman yang justru mencabut moratorium reklamasi. Ada kejanggalan yang terjadi.
Untuk membendung banjir, reklamasi bukanlah solusi. Tengok Negara belanda yang negaranya berada dibawah air, yang dilakukan bukanlah reklamasi. Tapi China yang berhasil melakukan reklamasi justru menjadikan daerah reklamasi tersebut sebagai mata pencarian untuk kepentingan konglomerat.

Pihak Menko Kemaritiman yang menyatakan sudah memenuhi regulasi sesuai permintaan presiden, justru Presiden menyatakan bahwa Presiden tidak pernah menandatangani proyek reklamasi tersebut.
Tidak ada keuntungan bagi warga Jakarta dalam hal reklamasi, bahwa reklamasi bukan untuk menanggulangi banjir, bahkan bukan solusi untuk menanggulangi kepadatan penduduk. Karena pada kenyataanya, masih banyak wilayah perbatasan Jakarta yang membutuhkan pembangunan, dan tidak mengalami kepadatan penduduk.


Pemerintah jangan menganggap keberatan masyarakat terhadap reklamasi merupakan serangan masyarakat kepada pemerintah, justru keberatan masyarakat harus menjadi masukan bagi pemerintah yang terbuka dan partisipatif terhadap masyarakat, karena pemerintah yang tidak mendengar pendapat public merupakan pemerintah yang otoriter.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

test

Baca Juga

Recent Posts Widget

Menu Kantin

Pasang Iklan Kamu Di Sini

Recent Posts

recentposts

Popular Posts

Blog Archive

Kantin Iklan