KantinPers, Jakarta - Hiruk pikuk Reklamasi teluk Jakarta yang terus
bergulir menuai polemic. Sebagian besar masyarakat tidak menyetujui reklamasi,
bahkan penolakan tersebut tidak hanya datang dari masyarakat Jakarta, pun
datang dari daerah-daerah yang berdampak atas mega proyek reklamasi tersebut.
Mengingat bahwa reklamasi bukan hanya di Jakarta, tetapi terdapat juga di teluk
benoa, Bali.
Reklamasi merupakan kegiatan
merubah wilayah laut menjadi daratan, yang artinya, wilayah laut tersebut
ditimbun oleh tanah sehingga dapat berubah menjadi wilayah daratan yang
kemudian, proyek daratan reklamasi Jakarta tersebut akan dibangun apartemen
megah dibawah pembangunan PT Indah Kapuk Group.
Penimbunan wilayah laut akan
menimbulkan kenaikan tinggi air, sehingga kenaikan tinggi air ini akan
mengakibatkan banjir di daerah-daerah bibir laut, hal ini jelas merugikan
wilayah-wilayah yang berada di pinggiran laut. Tingginya air pasca penimbunan
laut dengan tanah jelas akan meningkat. Jika memang reklamasi merupakan bentuk
antisipasi pemerintah dalam menanggulangi banjir, justru akan menjadi kontra
produktif.
Diwilayah muara gembong misalnya,
tinggi air kali Cikarang-Bekasi-Laut yang melintasi permukiman sebagian besar warga bekasi, sebelum reklamasi saja sudah berada lebih tinggi diatas tinggi rumah,
lalu bagaiamana kemudian setelah laut direklamasi?
![]() |
kali bekasi yang mengalami peningkatan tinggi air |
Selain itu, penimbunan wilayah laut
jelas akan mengganggu ekosistem dasar laut, ikan-ikan akan terganggu dan
nelayan akan menjadi sulit untuk menangkap hasil laut untuk menjadi dasar pendapatannya.
Bukan mengenai dimana tempat tinggal nelayan, dan dimana nelayan akan melaut,
melainkan ekosistem laut yang akan terganggu.
Meskipun reklamasi merupakan
rencana yang digantung sejak tahun 1995, reklamasi itu sudah berkali-kali
dilarang oleh Menteri Lingkungan Hidup. Bahkan, pada tahun 2016, Kementerian
Lingkungan Hidup memberikan sanksi berupa moratorium reklamasi. Namun, pada
tahun 2017, Menko Kemaritiman yang justru mencabut moratorium reklamasi. Ada
kejanggalan yang terjadi.
Untuk membendung banjir, reklamasi
bukanlah solusi. Tengok Negara belanda yang negaranya berada dibawah air, yang
dilakukan bukanlah reklamasi. Tapi China yang berhasil melakukan reklamasi
justru menjadikan daerah reklamasi tersebut sebagai mata pencarian untuk
kepentingan konglomerat.
Pihak Menko Kemaritiman yang
menyatakan sudah memenuhi regulasi sesuai permintaan presiden, justru Presiden
menyatakan bahwa Presiden tidak pernah menandatangani proyek reklamasi tersebut.
Tidak ada keuntungan bagi warga
Jakarta dalam hal reklamasi, bahwa reklamasi bukan untuk menanggulangi banjir,
bahkan bukan solusi untuk menanggulangi kepadatan penduduk. Karena pada
kenyataanya, masih banyak wilayah perbatasan Jakarta yang membutuhkan pembangunan,
dan tidak mengalami kepadatan penduduk.
Pemerintah jangan menganggap
keberatan masyarakat terhadap reklamasi merupakan serangan masyarakat kepada
pemerintah, justru keberatan masyarakat harus menjadi masukan bagi pemerintah
yang terbuka dan partisipatif terhadap masyarakat, karena pemerintah yang tidak
mendengar pendapat public merupakan pemerintah yang otoriter.
0 komentar:
Posting Komentar