KantinPers - Pengetahuan
politik mahasiswa terhadap pemilu 2018-2019 cenderung degradatif, ini karena mereka sekedar tahu bahwa bangsa ini akan
melakukan pergantian kepemimpinan, mereka tidak punya ide dan giroh bagaimana memilih, mendorong dan
membangkitkan masyarakat untuk menentukan siapa yang dipilih.
Faktanya,
mereka cenderung menjadi “penonton” yang terbuai oleh situasi politik dimana
mereka tidak mampu membangkitkan dirinya sebagai sebagai agen perubahan. Ada
dua faktor kenapa posisi ini menjadi demikian, pertama faktor internal yakni sistem pendidikan yang dekonstruktif
terhadap fungsi mahasiswa. Sistem pendidikan termasuk lembaga pendidikan di
dalamnya kian dibentuk seperti lembaga makan dan minum siap saji. Mahasiswa
didorong untuk cepat lulus tanpa mempertimbangkan kualitasnya. Mereka menjadi
lemah tak berdaya, kultur akademis seperti kritis, dialogis, emansipatoris, dan
sebagainya menjadi menipis, faktor eksternal yaitu kemajuan teknologi informasi
dan kemajuan gaya hidup juga telah menghipnotis mahasiswa untuk tidak “sadar”.
Mahasiswa lebih cenderung main game, jalan-jalan, dan menonton dibandingkan dengan
membaca buku, berdiskusi dan menulis.
Kedua keterlibatan
mahasiswa dalam pemilu, secara umum bahwa mahasiswa hanya menjadi pemilih
biasa. Mereka tidak menjadi bagian penting dalam momen pergantian pemimpin.
Peran-peran penting justru banyak dipegang oleh masyarakat umum. Kondisi ini
karena mahasiswa menilai pemilu bukanlah agenda mahasiswa, melainkan agenda
negara. Penilaian ini kemudian mendegradasi peran mahasiswa sebagai agen
perubahan.
Menurut
Koordinator Investivigasi kaki Publik Wahyudin, Peran mahasiswa dalam pemilu,
menghubungkan peran mahasiswa dalam pemilu, bukan berarti membawa suasana pada
masa lalu yang menyeret mahasiswa sebagai warga kampus melakukan politik
praktis sebagai ajang perebutan dukungan politik terhadap salah satu calon yang
akan maju dalam pemilihan umum, melainkan lebih sebagai agen perubahan sosial
untuk mendorong terjadinya transformasi sosial politik dengan mengedepankan
pendidikan politik yang rasional dalam perspektif pengembangan demokrasi dalam
kemajuan masyarakat.
Peran
tersebut dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai warga kampus yang secara umum
dapat disebut sebagai sumber insani pembangunan dengan menjadi kader-kader
bangsa yang handal secara leadership (kepemimpinan
manajemen-organisasi), kemampuan intelektual sehingga sehingga dengan ilmu
dapat mendiaknosa (mente-rapi) kebutuhan-kebutuhan terhadap problem kebangsaan,
mempunyai dedikasi dan moralitas yang tinggi untuk menegakkan aturan dan tata
perundang-undangan serta etika moral, dan gerakan politik yang kekuatannya
diakui sebagai gerakan moral di setiap orde pemerintahan.
Mahasiswa harus aktif
disegala bidang, termasuk tidak apatis terhadap kenyataan yang ada. Mahasiswa
harus memperjuangkan rakyat yang “terpinggirkan” oleh kebijakan pemerintah yang
tidak memihak. Mahaswa jangan sekedar menyibukan diri dengan urusan pribadinnya
di luar. Melainkan harus mengikuti perkembangan politik yang ada, sebab ia
adalah agen perubahanan, Pungkas Wahyudin.
Kantinpers - Wahyudin selaku Koordinator Investigasi Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK).
0 komentar:
Posting Komentar